KPU Dalam Persimpangan Jalan: Keterbukaan Informasi Publik Dan Perlindungan Data Pribadi

Ada Suci Makbullah (Ketua KPU Lombok Timur)

Penting untuk lebih komprehensif dalam memahami Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) diera keterbukaan saat ini, masyarakat dapat mengakses berbagai informasi terkait penyelenggara dan penyelenggaraan Negara, serta ada beberapa informasi yang dikecualikan (tidak bisa dibuka untuk public). Hak memperoleh informasi publik ini merupakan hak asasi manusia setiap warga negara yang dijamin secara konstitusional, yakni Pasal 28F UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Keterbukaan informasi publik pun menjadi salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Negara wajib menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) yang merupakan badan public yang bertugas dalam penyelenggaran pemilihan umum (Pemilu) yang besifat nasional, tetap dan mandiri dalam melaksanakan Pemilu. Dalam hal pelaksanaan pemilu, KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang paling bertanggungjawab dalam mengelola data pribadi peserta pemilu dapat dimintai pertanggungjawaban seandainya terjadi tindak pidana. Oleh karena itu, KPU selaku penyelenggara pemilu harus lebih mempersiapkan diri diera transparansi saat ini, posisi KPU dipersimpangan issu antara dalam menjaga perlindungan data pribadi dan keterbukaan informasi publik dalam pelaksanaan Pemilu pada era digital tidak menjadi momok yang membuat masyarakat khawatir serta diperlukannya upaya perlindungan hukum terhadap data pribadi peserta pemilu untuk memastikan keamanan data peserta pemilu.

UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi” Selain perlindungan tertuang dengan jelas di konstitusi negara, keterlibatan Indonesia sebagai salah satu negara yang menyepakati perjanjian multilateral yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR, juga menegaskan kewajiban pemerintah Indonesia untuk melindungi privasi dan data pribadi warga negaranya.Hal itu juga sejalan dengan UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dalam beberapa pasalnya menjamin perlindungan hak atas privasi warga negara, misalnya Pasal 14 (2), Pasal 29 (1) dan Pasal 31.

Sebab dampak dari kebocoran data peserta pemilu tidak bisa dianggap enteng, bahkan ada ancaman pidana yang menunggu dengan ancaman pidana dan yang tidak kalah riskan bisa mengancam distabilitas kemanan dan ketertiban (Kamtibmas). Karena hal ini akan mempengaruhi tingkat trust masyarakat terhadap KPU sebagai lembaga atau badan publik yang menghimpun data pribadi peserta pemilu.Bukan tidak mungkin, data pribadi tersebut disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan pribadi. Hal inilah yang perlu kita cegah dan antisipasi bersama.

Melihat hal tersebut diatas, menurut hemat penulis, KPU benar-benar berada dipersimpangan jalan, dituntut untuk tetap melindungi data pribadi dan juga harus menerapkan keterbukan informasi public. Sedangkan pengertian data pribadi berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.

Kemudian mengenai jenis-jenis data pribadi itu sendiri telah dijelaskan secara terperinci dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.Terdapat dua jenis data pribadi, yaitu data pribadi yang bersifat spesifik dan data pribadi yang bersifat umum. Selain itu, undang-undang ini tidak hanya menyasar pada setiap orang atau individu tetapi juga badan publik dan organisasi internasional. Dari tahapan penyelenggaraan pemilu diatas dapat dilihat bahwa hampir di semua tahapan penyelenggaraan pemilu tersebut terdapat data pribadi baik yang berasal dari data pemilih, atau calon dan data pengurus/anggota parpol.

Menurut Pasal 14 huruf C UU Pemilu, kewajiban yang harus dilakukan oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu adalah menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat. Akan tetapi dalam UU a quo tidak memberikan kejelasan mengenai informasi apa saja yang boleh disebarluaskan oleh KPU kepada masyarakat. Jika informasi terkait data pribadi peserta yang berisikan Nama, NIK, Tempat Tanggal Lahir, Kesehtan, Pendidikan dan data - data yang berkaitan dengan data pribadi, maka KPU memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kerahasiaan data tersebut dan tidak menyebarluaskannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 36 UU PDP bahwa Dalam melakukan pemrosesan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib menjaga kerahasiaan Data Pribadi”. Pada pasal a quo menegaskan bahwa pihak pengendali data yang dalam hal ini KPU merupakan pihak pengendali data pribadi untuk pemilu harus menjaga kerahasiaan data pribadi yang telah dihimpunnya.

Sejatinya hal tersebut akan menambah beban kerja dari KPU itu sendiri, sebab selain KPU harus menghimpun data pribadi peserta pemilu namun KPU juga harus menjaga data pribadi sehingga konsekuensinya KPU harus memahami secara detail mengenai informasi-informasi yang perlu atau tidak perlu disampaikan oleh KPU berkenaan dengan data pribadi. Lebih jauh, tindakan KPU dalam melakukan perlindungan data pribadi selalu dibenturkan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lain yang mendorong keterbukaan informasi seperti misalnya UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sehingga perlu ada upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan tersebut dalam konteks pemahaman yang sama dan utuh, biar ada kejelasan batasan-batasan yang termasuk data yang dilindungi (dikecualikan) dan memang yang harus dibuka karena bagian dari keterbukaan informasi public. Wallahua’lam.

Refernsi:

  1. https://nasional.kompas.com/read/2022/05/15/01150051/batasan-keterbukaan-informasi-publik
  2. Ririn Aswandi, Putri Rofifah Nabilah Muchsin, Muhammad Sultan, “Perlindungan Data dan Informasi

Pribadi Melalui Indonesian Data Protection System (IDPS)”, Jurnal Legislatif, Vol. 3, No. 2, 2020, hlm. 171.

Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi dimana penulis bekerja

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 78 Kali.