Opini

29

Hexa Helix Dalam Tahapan Pemilu

Oleh: SURIADI  (Anggota KPU Lombok Timur) Mungkin banyak yang bertanya, Apa itu Hexa Helix, apakah itu metodologi, atau sebuah teori baru. sependek pengetahuan penulis, secara sederhana, penulis memaknai hexa helix ini adalah konsep kolaborasi yang melibatkan beberapa aktor, dalam mencapai sebuah tujuan.  Konsep kolaborasi semacam ini dalam hemat penulis, bisa di terapkan di sektor manapun, dan cukup fleksibel, bisa di tambahkan aktor-aktor yang akan dilibatkan, tergantung kebutuhan dari tujuan sebuah lembaga. Dalam pada itu, untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, penulis merasa penting untuk mengurai seperti apa perkembangan konsep Hexa Helix ini, dan siapa saja yang terlibat dalam konsep ini, utamanya yang berkaitan dengan tahapan Pemilu. Mula-mula, pada tahun 1990-an Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff menggagas sebuah konsep kolaborasi antara Pemerintah, Akademisi dan Industri, tujuannya adanya inovasi dalam bidang industri berbasis pengetahuan, baru kemudian pada tahun 2000-an konsep tersebut berkembang menjadi quadruple Helix yang dikembangkan oleh Carayannis dan Cambell, dimana dari 3 aktor yang di gagas oleh Henry dan Loet, di tambahkan satu aktor yakni media. Kemudian pada tahun 2010-an, muncul istilah Pentas Helix, istilah ini cukup familiar di Indonesia, yang dikembangkan di beberapa sektor, misalnya pengembangan pariwisata, Ekonomi Kreatif dan pemberdayaan desa, penta helix ini juga bagian dari pengembangan atas konsep quadruple helix, di mana penta helix menambahkan satu aktor lagi, yakni budaya. Lalu pada tahun 2015 sampai sekarang, berkembanglah konsep Hexa Helix, di mana konsep ini juga bagian tak terpisahkan dari helix-helix sebelumnya, namun bedanya ialah, hexa helix menambahkan aktor ke 6 yakni informasi Teknologi/Digital. Jika di sederhanakan, Hexa Helix ialah, konsep kolaboratif, yang melibatkan 6 aktor, yakni : Pemerintah, Akademisi, Pelaku Usaha, Media, Kelompok adat/Budaya Teknologi Informasi (IT). Jika dilihat dari keterlibatan 6 aktor tersebut, Secara implisit, penulis berani menyatakan KPU sudah menjalankan konsep Hexa Helix dalam tahapan Pemilu serentak tahun 2024, walaupun secara eksplisit konsep tersebut belum secara tegas dan lugas termuat dalam regulasi KPU sendiri. Hal ini dapat dilihat dari peran masing-masing aktor dalam mendukung tahapan pemilu, misalnya, Pemerintah berperan aktif dalam mensukseskan pemilu melalui dukungan anggaran dan fasilitas yang memadai, kemudian, KPU juga melibatkan unsur organisasi masyarakat sipil, bahkan melibatkan kelompok rentan, guna mendorong inklusivitas pada lembaga KPU sendiri. kemudian, dalam hal pelibatan teknologi informasi, KPU mengembangkan beberapa aplikasi seperti Sidalih, Sipol, Sirekap, Silon dan lain sebagainya.  Dari realitas tersebut, Penulis berharap, ruang-ruang kolaboratif lintas aktor bisa berkembang lebih sistemik dan terarah, walaupun, tiap perkembangan yang ada memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. namun demikianlah, sebuah lembaga harus berinovasi sesuai dengan kondisi zaman yang ada. Tidak menutup kemungkinan, dari keterlibatan 6 aktor pada saat ini akan menjadi 7 atau 8 aktor, di tahun-tahun yang akan datang. tentu dengan kompleksitas persoalan yang melekat di dalamnya. maka sebagai insan yang berpikir, kita harus memiliki early warning sistem untuk menjawab tantangan yang akan datang.  


Selengkapnya
90

KPU dan Jarum Jahit

Mungkin singkatan KPU tidak asing bagi semua pihak, atau bahkan masyarakat manapun sudah familiar dengan kata KPU, walaupun tidak banyak yang tahu, sejarahnya, ruang lingkupnya, tugas dan wewenangnya, bahkan produk-produknya, semua itu memang tidak wajib dipelajari layaknya mempelajari syarat dan rukun sholat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lembaga yang sangat akrab di telinga masyarakat pada momen Pemilu dan Pemilihan, saking akrabnya, tukang parkir, petani, nelayan, pedagang pasar bahkan pedagang asongan, tahu bahwa KPU lah melaksanakan urusan-urusan Pemilu dan Pemilihan. Kita ketahui bersama, KPU sebagai salah satu Lembaga Penyelengara Pemilu memiliki fungsi yang sangat vital, dimana ia sebagai sebuah lembaga melayani dua pihak dalam satu waktu, yakni masyarakat (pemilih) dan Peserta Pemilu maupun pemilihan.  Dalam ruang KPU sebagai lembaga pelayanan publik, tentu ia harus memiliki batasan-batasan dan ruang yang tidak boleh dicampur dengan tugas dan wewenangnya dalam menjaga integritas dan profesionalitasnya. seperti bergaul aktif dan sangaja berakrab ria dengan salah satu peserta pemilu atau pemilihan, atau bahkan terlibat aktif dalam mendukung salah satu peserta dalam pemilu maupun pemilihan. Lalu Apa Kaitannya KPU Dengan Jarum Jahit?  Dalam pandangan penulis, secara aksiologis jarum jahit memiliki peran yang sangat baik, hampir sejalan dengan sila 3 "Persatuan indonesia", mengapa demikian, secara kasat mata, kita bisa melihat bahwa dengan jarum jahit, selembar kain bisa menjadi busana yang indah dan menawan, dengan jarum jahit, beragam warna bisa di rajut dan disatukan dalam sebuah balutan karya yang indah, sederhananya, dengan jarum jahit, yang terpisah, yang terserak, yang tercerai berai, bisa disatukan, dalam satu kesatuan maha karya yang utuh. bukankah hal tersebut sangat baik ? Penulis : Suriadi (Ketua Devisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Lombok Timur)


Selengkapnya
100

Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan, Membangkitkan Semangat Gotong Royong Data

Saat saya kecil dulu, setiap jumat atau kadang hari minggu, saya seringkali mendengar teriakan warga dari toa masjid memanggil-manggil warga lainnya utk sebuah agenda kerjasama, entah agenda pembangunan rumah ibadah, agenda bersih gorong2 atau bahkan dalam agenda kemasyarakatan lainnya. Ya, kerjasama itu, familiar kita sebut gotong royong, yang pada saat ini, seiring perkembangan zaman, dan kemajuan teknologi, gotong royong kian jarang saya jumpai. Tulisan ini tidak akan berfokus soal bagaimana dan seperti apa, gotong royong, tapi saya mencoba mengambil semangat gotong royong itu, kemudian kita repilkasikan dalam agenda KPU saat ini, yakni Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Mungkin menjadi pengetahuan umum, bahwa nilai yang tertanam dalam semangat gotong royong adalah semangat kebersamaan, keikhlasan, keterbukaan, dan kesetaraan. Dalam pada itu, penulis bisa katakan bahwa, proses Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan ini, tidak akan pernah mencapai hasil maksimal, tidak akan pernah memuaskan, manakala hanya di serahkan kepada satu lembaga KPU. Maka disinilah pentingnya Semangat Gotong Royong itu di kobarkan kembali. Siapa yang akan gotong royong pada proses Pemutakhiran ini ?, tentu gotong royong secara proporsional, misalnya, dengan melakukan Kroscek dan konfirmasi terhadap Hasil Coklit terbatas kepada Dinas Catatan Sipil atas temuan KPU, dengan adanya Saran dari Bawaslu terkait data pemilih, dengan adanya masyarakat yang melaporkan dirinya prihal data pemilih, ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari semangat gotong royong. Menyadari bahwa Data pemilih yg baik dan berkualitas, adalah tanggung jawab bersama, maka sudah sewajarnya, jika semua pihak ikut andil dalam perbaikan data pemilih, di momen Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan ini. Secara sadar, Penulis mengajak semua pembaca, melalukan kroscek data, minimal mulai dari diri sendiri, keluarga dan orang lain, barangkali ada perubahan-perubahan yang terjadi pada data kependudukan yang kita miliki. Menutup tulisan ini, penulis ingin mengingatkan kata pepatah afrika "Jika ingin cepat, pergilah sendiri. Jika ingin pergi jauh, pergilah bersama". Wallahu a'lam Penulis : Suriadi (Ketua Devisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Lombok Timur)


Selengkapnya
107

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILU: IKHTIAR PENYELENGGARAAN PEMILU SUBTANSIAL DAN BERINTEGRITAS

Oleh: Dr. Retno Sirnopati, M.Hum Penulis adalah Komisioner KPU Kab. Lombok Timur Beberapa waktu lalu saya menulis tentang iklusifitas pemilu berbasis teknologi informasi. Yang menurut saya (penulis) suatu pendekatan penyelenggaraan pemilu berintegritas dan berkualitas. Pertanyaan berikut yang harus dijawab setelah itu adalah apa “tahapan” selanjutnya yang dilakukan oleh penyelanggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), khususnya KPU Kabupaten Lombok Timur? Tentu banyak hal harus dilakukan penyelenggara pemilu. Namun dalam tulisan ini saya akan menampilkan dua pekerjaan besar penyelenggara pemilu untuk terus menjaga integritas dan suksesnya penyelenggaraan persiapan. Apa itu? Dalam waktu dekat ada dua agenda mendesak penyelenggara pemilu lakukan guna menghasilkan kualitas pemilu kredibel dan terpercaya. Pertama, penyelenggara pemilu melakukan proses pemutakhiran data pemilihan dan; kedua, update kepengurusan partai politik.  Dua hal itu perlu ditampilkan karena tidak banyak publik mengetahui bagaimana proses data terus dijaga begitu pula tentang tata kelola partai politik yang terus dipantau oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemutakhiran Data Pemilih Data pemilih merupakan salah satu isu krusial dalam sebuah penyelenggaraan pemilu. Sebab pemilu tidak akan memiliki legitimasi kokoh jika data pemilih tidak akurat dan terpercaya. Setiap kali penyelenggaraan pemilu data pemilih selalu menjadi perhatian serius stekholder pemilu terutama kelompok masyarakat sipil (sipil society).  Sejak lama data pemilih seringkali memicu penyelenggaraan pemilu dikritisi berbagai pemerhati pemilu dan demokrasi. Bahkan oleh Badan Pengawas Pemilu data pemilih selalu mendapatkan atensi utama. Dari beberapa tahapan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, data pemilih merupakan tahapan panjang. Sebab jumlah pemilih pasti dengan berbagai karakternya harus dipastikan dapat menyalurkan aspirasinya pada saat tahapan pemungutan suara berlangsung. Data pemilih adalah cermin kedaulatan pemilih atas pemilu dan demokrasi. Data pemilih menentukan lima tahun masa depan suatu negara. Oleh karena itu akurasi dan kepastian data pemilih harus betul-betul dijamin penyelenggara pemilu sebagai garansi pemilu berkulaitas sekaligus berintegritas.  Guna terus menjaga kredibilitas data pemilih, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia mengeluarkan PKPU nomor 1 tahun 2025 tentang pemutakhiran data pemilih berkelanjutan. Kebijakan itu merupakan tanggungjawab sistematis Komisi Pemilihan Umum menghadirkan data pemilih yang akurat guna menjaga kedaulatan hak pilih di masa pemilu mendatang.  Agenda pemutakhiran data pemilih berkelanjutan akan terus dilakukan setiap tahun guna menjamin kualitas data pemilu disediakan KPU terukur dan valid. Sehingga akan mengurangi keraguan stekholder dan kelompok sipil society terhadap kinerja penyelenggaraan pemilu. Pada akhirnya harapan kita bersama atas pemilu berkualitas dan terpercaya dapat kita wujudkan dalam prinsip tata kelola pemilu yang terbuka dan inklusif.  Pemutahiran Data Partai Politik Partai politik bagian tak terpisahkan dari sistem pemilu. Untuk mencapai kekuasaan pemerintahan niscaya menggunakan instrumen partai politik. Dalam pemilu partai politik adalah salah satu elemen penting pelaksanaan rekrutmen kepemimpinan nasional dan lokal. Melalui partai politik insan politik dapat dipilih menjadi pemimpin level eksekutif dan legislatif, ditingkat nasional maupun lokal. Doktrin sistem politik kita meniscayakan hanya partai politik yang dapat menjadi peserta pemilu kecuali pemilihan Dewan Perwakilan Daerah. Dengan urgensi yang melekat pada partai politik, keberadaannya sangat penting untuk diperbaharui pada sistem informasi parpol Komisi Pemilihan Umum sesuai tingkatan. Dengan demikian partai politik diharuskan untuk melakukan update informasi untuk mengetahui apakah terjadi perubahan dalam kepengurusan partai politik peserta pemilu. Sehingga ketika pada saat tahapan pemilu dimulai partai politik sebagai peserta pemilu dapat dengan mudah diversifikasi penyelenggara pemilu. Sistem informasi pemilu tidak hanya menjadi milik penyelenggara pemilu ansich tetapi juga menjadi milik rakyat Indonesia.  Dengan terperbaharuinya data partai politik masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi perkembangan partai politik. Untuk memastikan akurasi data kepengurusan partai politik, KPU RI mengeluarkan Surat Edaran nomor 1076/PL.01.2-sd/06/2025 tentang Pemutakhiran Data Partai Politik secara berkelanjutan melalui Sipol.  Menindaklanjuti Surat Edaran tersebut, tanggal 18 Juni 2025, penyelenggara pemilu diseluruh tingkatan dipastikan, bahwa seluruh penyelenggara pemilu akan meng-atensi updating data partai politik, mengingat Pasal 146 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan  Penetapan Partai  Politik  Peserta  Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Komisi  Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2022 dan Keputusan KPU Nomor 1365 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pemutakhiran Data Partai Politik secara Berkelanjutan melalui Sistem lnformasi Partai Politik sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan KPU Nomor 658 Tahun 2024, bahwa Partai  Politik melakukan pemutakhiran data Partai Politik secara berkelanjutan melalui Sipol. Mekanismenya dilakukan oleh pengurus masing-masing partai politik yaitu Partai Politik dapat melakukan Pemutakhiran Data Partai Politik secara Berkelanjutan  melalui Sipol Tahun 2025 dengan memperhatikan jadwal  penggunaan Sipol. Partai Politik memastikan Akun Sipol dapat diakses untuk melakukan Pemutakhiran Data Partai Politik secara Berkelanjutan. Adapun Pemutakhiran Data dan Dokumen Partai Politik secara  Berkelanjutan melalui Sipol dapat dilakukan disetiap tingkatan Partai Politik sesuai kewenangan yang diberikan oleh Partai Politik Tingkat Pusat; Data Partai Politik yang dimutakhirkan secara berkelanjutan meliputi : Kepengurusan  Partai  Politik  pada tingkat Pusat,  Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan; Keterwakilan perempuan pada kepengurusan Partai Politik tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; Keanggotaan Partai Politik; dan Domisili kantor tetap untuk kepengurusan partai  politik pada tingkat pusat, provinsi,  dan kabupaten/kota.  Pemutakhiran data partai politik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Pemutakhiran dan sinkronisasi semester I  dilakukan pada bulan Januari s.d.Juni; Pemutakhiran dan sinkronisasi semester II dilakukan pada bulan Juli s.d. Desember; Penyampaian hasil pemutakhiran semester I kepada KPU disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir Juni;   Penyampaian  hasil pemutakhiran semester II kepada KPU  disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir Desember. Penyusunan Daftar Pemilih Berkelanjutan  Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 mengamanatkan untuk melakukan pemutakhiran data pemilih dengan apa yang disebut “Pemilih Berkelanjutan”.  Dalam pasal 14 huruf l, pasal 17 huruf l dan pasal 20 huruf l Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan bahwa KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota berkewajiban memelihara dan memutakhirkan data pemilih secara berkelanjutan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.  Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 pasal 14, 17 dan pasal 20 tersebut, KPU RI telah mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 1 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Dengan demikian dapat dipastikan data pemilih pada pemilu 2029 mendatang akan sangat valid dan presisi.  Tujuan dari pemutakhiran data yaitu 1) memelihara dan memperbaharui DPT Pemilu dan/atau Pemilihan terakhir secara berkelanjutan untuk menyusun DPT pada Pemilu dan/atau Pemilihan berikutnya dengan tetap menjamin kerahasiaan data; 2) menyediakan data dan informasi berskala nasional mengenai Data Pemilih secara komprehensif, akurat, dan mutakhir.  Adapun sasaran dari Penyusunan Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) sedikitnya ada tiga (3) yaitu pertama, sasaran PDPB merupakan WNI yang berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau di luar negeri; kedua, WNI yang dimaksud harus memenuhi persyaratan; a) berusia genap 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin yang dibuktikan dengan KTP-el, KK, Biodata penduduk, atau IKD; b). tidak sedang dicabut hak politiknya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan c). tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dan Ketiga, WNI yang pindah ke luar dari domisilinya dilakukan pendataan pada tempat domisili terakhir sesuai dengan alamat pada KTP–el, KK, Biodata penduduk, IKD, dan/atau paspor. Gambaran Data Pemilih Sebagai gambaran daftar pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 Kabupaten Lombok Timur yang terdiri dari 21 kecamatan 254 Kelurahan/Desa sejumlah 994.467, Total Pemilih yang kalau dibagi berdasarkan generasi dibagi menjadi empat (4) generasi, yaitu pertama generasi Pre-Boomer, yaitu istilah bagi mereka yang lahir tahun 1946, generasi ini dalam catatan KPU Kabupaten Lombok Timur sejumlah 12.181 (1,22%), kedua generasi Baby Boomer, yaitu istilah bagi mereka yang lahir tahun 1946 dan 1964, pemilih generasi ini tercatat sejumlah 105.483(28,07%), ketiga generasi milenial, yaitu istilah bagi mereka yang lahir tahun 1981 dan 1996 dengan jumlah 358.927 (36,09%), dan keempat Gen-Z, yaitu istilah bagi mereka yang lahir tahun1997 dan 2012 sejumlah 238.719 (24.00%).  Dari keempat kategori generasi ini, bisa dilihat bahwa pemilih milenial merupakan pemilih dominan pada pilkada 2024 beberapa waktu lalu. Catatan penting agar data yang disajikan lebih valid, komprehensif dan mutaakhir diantaranya bahwa tidak setiap orang meninggal dunia itu bisa didapatkan datanya untuk bisa dihapus dalam daftar pemilih karena dalam hal ini perlu koordinasi dengan pihak terkait misalnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DMPD), selanjutnya data terkait warga yang menikah dibawah umur maka harus berkoordinasi selain dengan DPMD juga dinas Dukcapil dan Kementerian Agama. Demikian pula kontribusi dari seluruh partai politik agar ikut berpartisipasi aktif dalam menyampaikan data warga yang sudah bisa masuk data pemilih dan juga data yang harus dikeluarkan (misalnya disebabkan meninggal dunia atau pindah domisili). Wallahu a'lam....


Selengkapnya
106

INKLUSIFITAS PEMILU BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

Oleh: Dr. Retno Sirnopati, M.Hum Penulis adalah Komisioner KPU Kab. Lombok Timur. Dalam sebuah percakapan elektronik dengan seorang kawan terkait produktifitasnya menulis pasca tidak lagi menjadi penyelenggara pemilu, dia menyarankan saya untuk menulis lagi. Alasannya sederhana, dia tau saya pernah beberapa kali nulis artikel saat masih bersama menjadi penyelenggara pemilu.  Tidak berlebihan kalau dia menyarankan saya untuk menulis lagi. Karena saya sadari menulis itu penting untuk mengasah ingatan dan daya kritis kita terhadap satu masalah. Dalam dinamika chatingan, saya "terprovokasi" mencoba menulis kembali.Tapi idenya belum ketemu. Dari proses chatingan terbersit ide mengenai dinamika pemilu. Temannya sebagaimana judul tulisan ini: "inklufitas pemilu berbasis teknologi informasi" Pemilu sebenarnya sejak lama sudah dilaksanakan sebagai mekanisme peralihan kekuasaan di Indonesia. Sejarah pemilu di Indonesia hampir sama umurnya dengan Republik ini. Hanya berbeda 10 tahun dari sejak diproklamirkan kemerdekaan indonesia. Saldi Isra dan Khairul Fahmi dalam Buku Pemilihan Umum Demokratis: Prinsip-prinsip dalam Konstitusi Indonesia, menyebutkan Lintasan pemilu terbagi dalam empat fase, yaitu: Pemilu 1955, pemilu 1971-1997, pemilu 1999, dan pemilu 2004-2019. Sebuah perjalanan demokrasi yang cukup panjang. Pemilu pertama sesungguhnya akan dilaksanakan Januari, 1946. Melalui maklumat wakil presiden nomor X yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta. Namun penyelenggaraan itu batal dilaksanakan karena beberapa hal: 1) Undang-undang sebagai dasar hukum penyelenggaraan belum ada; 2) Kesiapan pemerintah untuk menyelenggarakan pemilu, dan 3) Stabilitas keamanan nasional.  Namun demikian desain pemilu konstitusional dan bebas sudah dirancang sejak indonesia di proklamirkan. Tepatnya dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Tapi karena alasan stabilitas keamanan dan gejolak politik internal dalam negeri, pemilu di laksanakan tahun 1955 pada masa kabinet Burhanuddin Harahap. Dengan payung hukum UU No. 7/1953.  Setelah itu pemilu berikutnya berlangsung pada tahun 1971-1997 di bawah kekuasaan orde baru. Saat itu pemilu di laksanakan oleh sebuah lembaga yang disebut Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang langsung di ketuai Menteri Dalam Negeri dan memiliki struktur keanggotaan terdiri dari Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan dan Sekretariat Umum.  Gambaran struktur penyelenggara pemilu selama orde baru sampai dengan reformasi mencerminkan sistem pemilu yang sangat ekslusif. Personalia penyelenggara pemilu langsung dilakukan pemerintah. Partai politik di kelompokkan ke dalam 3 organisasi parpol, yaitu: Golkar, PPP dan PDI.  Kenyataan pemilu sebelum reformasi jauh dari prinsip-prinsip pemilu dan keramah tamahan penyelenggaraan pemilihan terhadap peserta, pemilih dan kelompok sipil sociaty.  Berbeda dengan pemilu pasca reformasi, pemilu 2004-2019, dengan dasar hukum UU No 12/2003, lalu berubah menjadi UU No. 22/2007, UU No. 15/2011 dan terakhir UU No. 7/2017 yg belum mengalami perubahan sampai pemilu 2024, pemilu relatif terbuka dan terus mengalami perbaikan baik dari aspek regulasi, personalia, tata kelola kelembagaan dan pertanggungjawaban. Selalu ada kekurangan serta kelemahan. Tak ada sekali jadi dan sempurna. Semua berproses menuju kesempurnaan. Namun begitu, kelembagaan pemilu secara utuh, dari periode ke periode terus melakukan pembenahan sistem seiring perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi. Itu dilakukan guna menjamin pelaksanaan pemilu "ramah-tamah" kepada semua peserta, pemilih, dan stekholder lainnya. Masa depan pemilu secara kualitas akan sangat ditentukan oleh kemampuan adaptasi serta transformasi kelembagaan pemilu terhadap kecepatan perkembangan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi pada proses penyelenggaraan pemilu akan menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas disegala tahapan.  Pada pemilu 2024 misalnya KPU memiliki sistem informasi berbasis teknologi informasi. Ada beberapa sistem informasi teknis yang sudah tersedia kecuali untuk pencoblosan. Beberapa fitur aplikasi di tahapan teknis misalnya, untuk tahapan pendafataran sudah terdapat fitur 'SIPOL', akronim dari sistem informasi partai politik, ada juga sistem informasi pencalonan di singkat 'SILON', lalu ada 'Sikadeka', sistem informasi kampanye dan dana kampanye, selanjutnya ada 'SIMPAW', sistem informasi pengganti antar waktu, terakhir ada 'Sidapil', sistem informasi daerah pemilihan. Semua fitur teknis itu diciptakan menjawab kebutuhan, kemudahan memperoleh informasi pemilu. Kemudian pada aspek regulasi, penyelenggara pemilu (KPU) memiliki 'Sikum' dengan akronim sistem informasi hukum. Fitur untuk mencari berbagai data dan informasi payung hukum penyelenggaraan pemilu. Kemudian untuk informasi keuangan dan logistik terdapat aplikasi 'silog' sebagai sarana untuk mengetahui detail kebutuhan logistik penyelenggaraan pemilu. Lalu ada 'sitab', sebagai sistem informasi pertanggungjawaban pelaksanaan pemilu. Masyarakat dengan sangat mudah dan leluasa mengakses kebutuhan informasi yang di perlukan. Kemudian di divisi perencanaan, data dan informasi ada fitur 'sirekap' dan 'sidalih' sebagai link informasi untuk mengetahui sistem informasi rekapitulasi dan sistem informasi daftar pemilih.  Selanjutnya di aspek SDM dan Parhumas terdapat fitur 'simpeg' dan 'SIASN'. Kedua fitur tersebut adalah akronim dari sistem informasi kepegawaian dan sistem informasi ASN. Dan apalikasi "mulut" KPU yang paling dekat dengan masyarakat adalah 'siparmas'. Interaksi dan komunikasi penyelenggara pemilu dengan seluruh elemen masyarakat dan stekholder berkepentingan dapat dengan mudah mengakses apapun kebutuhan informasi melalui sistem informasi partisipasi dan hubungan masyarakat. Semua kategori aplikasi sistem informasi di atas tersedia dalam satu laman elektronik dalam sistem informasi teknologi yang sangat terbuka dan inklusif. Masyarakat dengan sangat mudahnya mencari dan mengunduh kebutuhan informasi penyelenggaraan pemilu dimanapun posisinya selama masih didukung jaringan dan koneksi internet yang memadai. Tantangan Pemilu 2029 Pemilu mendatang akan memiliki tantangan baru yang lebih kompleks. Digitalisasi seluruh elemen tahapan pemilu membutuhkan kreativitas dan inovasi penyelenggaraan. Penggunaan artificial intelijen (AI) dalam perencanaan dan tahapan akan sangat membantu kerja kelembagaan KPU di seluruh jenjang pelaksanaan.  Di tengah kondisi efisiensi anggaran dan ketidakpastian ekonomi-politik global, pemanfaatan teknologi informasi menemukan fungsi strategisnya. Yose Rizal, Founder Pemilu AI, pada forum populi bertajuk, Revisi UU Pemilu: Tata Kelola Demokrasi Partisipatif Berbasis Inovasi," menyampaikan pentingnya regulasi terhadap penggunaan teknologi informasi. Potensi AI ini besar, jutaan data bisa diolah dengan cepat. Simulasi kampanye bisa disimulasikan dulu. Ancamannya memang ada tapi jangan kita hanya dapat ancaman saja tidak dapat manfaatnya.(https://nasional.kompas.com/read/2025/06/11/22442711/revisi-uu-pemilu-) Afrimadona dari populi center menyatakan selama ini pegiat teknologi dan kepemiluan berjalan terpisah. "Suka tidak suka teknologi menyelesaikan masalah integritas. Demokrasi punya sisi negatif dan teknologi mungkin bisa menetralisir hal ini, teknologi ini bisa diaudit, walau dikatakan ada bias algoritma, namun hal ini tetap bisa di cek."  Setidaknya pembicaraan forum populi manjadi rujukan bahwa penggunaan teknologi informasi pada proses pelaksanaan pemilu lebih efektif dan progresif memberi kepastian politik dan hukum pemilu. Ketika pemanfaatan teknologi informasi dan AI optimal dalam penyelenggaraan pemilu, semua komponen tahapan akan sangat mudah untuk diproses dan dianalisis kemudian memperkecil potensi konflik dan ketidakpastian akibat misinformasi di tengah masyarakat.  Akhirnya pendapat khairunnisa agustyanti dari perludem menjadi penting untuk kita renungkan bersama bahwa kunci keberhasilan pemilu terletak di tengah-tengah trust masyarakat sebagai subjek Demokrasi dan pemilu. Pemerintah, penyelenggara, komunitas demokrasi dan pemilu, hanya penyedia. Usernya adalah masyarakat dengan berbagai karakter dan kemampuannya. Maka bijaklah mendidik masyarakat agar mereka menikmati pembangunan demokrasi tanpa rasa ditipu demokrasi itu sendiri.  Wallahu a'lam...


Selengkapnya